Saturday 27 December 2014

Aktivis Islam Yogyakarta Ditangkap, Sepeda Motornya Raib di Tangan Densus 88



Sepeda motor itu raib setelah Abu Akhtar ditangkap Densus 88. Padahal bagi keluarga aktivis Islam ini, sepeda motor itu adalah satu-satunya harta yang paling berharga untuk aktivitas harian keluarga. Motor semata wayang itu pun baru dua bulan dibeli tunai dengan meminjam uang ongkos naik haji salah satu kerabatnya.
Setahun yang lalu, dua orang aktivis Islam warga Sleman Yogyakarta ditangkap Densus 88 di parkiran Hotel Inna Garuda Malioboro pada Jum’at tengah malam (9/8/2013). Tanpa disertai surat penangkapan, Abu Akhtar dan adik iparnya ditangkap dengan cara tidak manusiawi dengan tuduhan mengetahui perencanaan pemboman kantor Kedubes Myanmar di Jakarta.
Saat ditangkap, keduanya berboncengan bersama mengendarai motor Supra X 125/NF125D bernopol AA 4701 W.
Seminggu kemudian sang adik ipar dilepaskan dengan alasan tidak terbukti, sedangkan Abu Akhtar tetap ditahan. Surat penangkapan serta penahanan baru diberikan Densus 88 kepada keluarganya pada hari Jum’at tanggal 16 Agustus 2013.
Sampai berita ini diturunkan, sudah 15 bulan berlalu, tapi sepeda motor Abu Akhtar tak jelas rimbanya. Padahal sepeda motor yang baru dibeli itu adalah harta satu-satunya yang berharga untuk keperluan harian keluarga. Motor semata wayang itu pun baru dua bulan dibeli tunai dengan meminjam uang ongkos naik haji salah satu kerabatnya.
...Pasca penahanan sang suami, Ummu Akhtar hanya bisa tawakkal kepada Allah. Dengan kesibukan mengasuh balita kembarnya yang masih berusia 1,4 bulan, tidak mungkin ia melanjutkan usaha sang suami jualan keliling...
Menurut sejumlah saksi mata, termasuk security Hotel Inna Garuda, paska penangkapan di TKP ada tiga kendaraan bermotor yang dititipkan petugas Densus 88 di halaman hotel, termasuk motor Supra X 125 milik Abu Akhtar. Namun seminggu kemudian motor Supra X 125 milik Abu Akhtar sudah diambil petugas Densus 88. Anehnya,  hingga kini tidak diketahui di mana keberadaan motor itu.
Keluarga Abu Akhtar, baik istrinya maupun mertuanya sudah berusaha untuk mencari dan menanyakan kepada pihak Densus 88 tentang keberadaan motor yang raib tersebut, tapi menemui kebuntuan.
Seorang penyidik Densus 88 yang menangani kasus Abu Akhtar mengatakan bahwa motor tersebut tidak disita dan tidak dijadikan sebagai barang bukti oleh Densus 88. Untuk itu, ia mempersilahkan keluarga Abu Akhtar untuk mengambil motor miliknya itu di Yogyakarta.
Setelah setahun lebih dipingpong oleh Densus 88 soal keberadaan motor miliknya,  akhirnya istri Abu Akhtar meminta bantuan kepada Relawan IDC untuk mengurus dan mengambil harta satu-satunya miliknya. Karena keterbatasan tim, maka IDC bekerjasama dengan The Islamic Study and Action Centre (ISAC) untuk mengusut keberadaan motor yang raib di tangan Densus itu.
...Untuk menafkahi balita kembarnya, Ummu Akhtar mengandalkan penghasilan ayahnya yang berprofesi pembuat batu bata dengan penghasilan yang pas-pasan...
Istri Abu Akhtar pun kemudian membuat surat kuasa tertangal 24 September 2014, lengkap dengan berkas-berkas kepolisian  dan kronologi penangkapan suaminya.


SEPEDA MOTOR ITU BENAR-BENAR RAIB DI TANGAN DENSUS
Setelah mengantongi kelengkapan dokumen yang diperlukan untuk mencari dan mengambil motor milik Abu Akhtar, Tim ISAC yang dipimpin oleh Endro Sudarsono (Sekretaris ISAC) mendatangi Polresta Yogyakarta dan Polda DIY, Kamis siang (16/10/2014).
Di  Polresta Yogyakarta, Endro langsung mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrim).
“Maaf pak, kami dari ISAC ingin menghadap Pak Kasatreskrim. Kami mau menanyakan keberadaan motor Supra X 125 bernopol AA-4701-W milik Abu Akhtar yang ditangkap oleh Densus 88 di hotel Inna Garuda setahun yang lalu,” ujar Endro.
“Pak Kasat gak ada mas,” jawab salah satu petugas Reskrim Polresta Yogyakarta. “Wah, kalau soal itu langsung tanya aja ke Mabes. Di sini sudah tidak ada lagi Densus,” timpal salah satu anggota Reskrim lainnya.
Merasa dipingpong, Endro mengancam akan memperkarakan kasus ketidakjelasan motor itu, dan akan membeberkan kasus tersebut ke media massa. Akhirnya Purwanto, petugas Reskrim lainnya menerima dan melayani dengan baik.
Setelah berbicara panjang lebar, Purwanto mengajak Tim ISAC untuk melihat dan mengecek ke tempat barang sitaan dan penitipan barang bukti Ditreskrim Polresta Yogyakarta yang berada diluar ruangan. Ternyata motor Abu Akhtar tidak ada di Polresta Yogyakarta.
“Betul Pak, bahwa saat identifikasi penangkapan dua orang di Hotel Inna Garuda setahun lalu, yang melakukan identifikasi adalah Polresta Yogyakarta. Namun kami tidak pernah dititipi kendaraan apapun. Kalau kami diserahi atau dititipi, pasti ada surat serah terimanya,” jelas Purwanto.
...Densus 88 sudah ada indikasi tidak punya itikad baik untuk mengembalikan motor milik Abu Akhtar. Densus 88 sudah punya citra buruk saat melakukan aksinya. Kali ini ditambah dengan menghilangkan barang yang diambil dan dikuasai...
“Jadi yang ada disini inilah yang merupakan barang sitaan atau titipan dari pihak luar. Namun dari puluhan motor ini kan bapak tadi sudah mengecek dan motor tersebut tidak ada di sini. Jadi keberadaan motor itu sepenuhnya adalah tanggung jawab pihak Densus 88 pak, bukan kami,” lanjutnya.
Purwanto pun menyarankan Tim ISAC untuk mencari keberadaan motor milik Abu Akhtar ke Polda DIY.
Tak membuang waktu, Tim ISAC pun bergegas meninggalkan Polresta Yogyakarta sekitar pukul 13.00 WIB, menuju Polda DIY yang berada dikawasan ring road utara Yogyakarta.
Sekira pukul 13.30 WIB, Tim ISAC tiba di Polda DIY. Di ruangan Ditreskrim Polda DIY, Endro menyampaikan maksud kedatangannya sembari menunjukkan sejumlah dokumen untuk mencari dan mengambil motor milik Abu Akhtar. Agus, salah satu petugas Ditreskrim Polda DIY langsung mengantar Tim ISAC ke tempat barang sitaan dan penitipan barang bukti Ditreskrim Polda DIY.
Ternyata motor milik Abu Akhtar juga tidak ada. Agus menyarankan agar menghubungi pihak Densus 88 untuk menanyakan kepastian keberadaan motor tersebut. “Tadi bapak kan sudah mencari di Polresta Yogyakarta tidak ada, di sini juga tidak ada. Jadi baiknya sekarang bapak tanya langsung ke Densus,” saran Agus.
“Kalau pihak Densus cuma bilang, sana ambil di Yogyakarta, lha Yogyakarta inikan luas pak. Soalnya kami tidak pernah dititipi barang apapun, termasuk motor milik orang yang ditangkap Densus 88 di hotel Inna Garuda setahun lalu. Kalau ada titipan, pasti akan ada dokumen serah terimanya pak. Nah ini kami tidak tahu-menahu soal itu,” lanjut Agus.
“Sejak 2011 di Polda DIY sudah tidak ada lagi anggota Densus 88. Mereka semua sudah di pindahkan ke Polda Jateng dan Jatim. Dulu jika ada anggota Densus disini, jika ada masyarakat yang komplain bisa langsung berhadapan dengan Densus, nah sekarang mereka tidak ada disini,” ujar petugas Ditreskrim Polda DIY lainnya. ”Jadi kami pun kadang kewalahan mengahadapi komplain masyarakat dan elemen Islam, soalnya Densus 88 selalu bertindak sendiri diluar prosedur, keluar dari protap yang sudah ada dan tidak koordinasi dengan kami. Namun jika ada komplain, kami yang ada di daerah yang menjadi sasaran masyarakat. Padahal kami tidak tau menau,” tambahnya.
Endro pun meminta nomor kontak Kombes Pol Eddy Hartono selaku penyidik dan Kabid Investigasi Densus 88 yang menangani kasus Abu Akhtar agar bisa berkomunikasi secara langsung. Setelah mendapatkan nomor ponselnya, Endro berusaha menelpon tapi tidak diangkat, padahal nada panggilnya tersambung. Ia pun mengirim pesan singkat, tapi tidak dijawab juga.
Sebelum pulang, Endro menitipkan pesan kepada petugas Ditreskrim Polda DIY agar menyampaikan kedatangan Tim ISAC kepada Kasatreskrim Polda DIY dan pihak Densus 88.
“Tolong sampaikan kepada pak Kasat bahwa kami kesini sebagai langkah awal untuk mencari keberadaan motor Abu Akhtar selaku klien kami. Tolong sampaikan juga kepada pihak Densus 88, sebab sejak tadi saya SMS dan telpon belum direspon juga,” ujarnya.
“Jika motor milik klien kami yang kemarin diambil dan dikuasai Densus 88 setelah penangkapan tidak segera dikembalikan, maka kami akan mengambil langkah hukum. Kami akan menuntut pihak-pihak terkait karena telah menghilangkan barang bukti,” tegasnya.



KEPOLISIAN TIDAK PUNYA ITIKAD BAIK
Sebulan kemudian, salah seorang perwakilan Tim ISAC kembali menyambangi Polda DIY untuk menanyakan perkembangan sepeda motor yang dicari, apakah Polda DIY sudah menindaklanjuti dengan menanyakan kepada pihak Densus. Tapi jawabannya sama dengan sebulan yang lalu, alias disuruh menanyakan sendiri ke Mabes Polri di Jakarta.
Gagal menemukan keberadaan motor milik Abu Akhtar, Endro bertekad akan terus mengusut kasus hilangnya sepeda motor di tangan Densus itu. “Tadi kan sudah kita lihat bersama bahwa motor tersebut tidak ada di Polresta Yogyakarta dan Polda DIY, jadi kita tunggu saja respon dari mereka maupun Densus 88,” ujarnya kepada IDC.
Ia juga mengecam sikap Densus yang tidak punya itikad baik dalam menjaga barang bukti.
“Yang jelas, Densus 88 dalam kejadian ini sudah ada indikasi tidak punya itikad baik untuk mengembalikan motor milik Abu Akhtar. Jadi ini yang akan kami kejar terus. Densus 88 sudah punya citra buruk saat melakukan aksinya. Kali ini ditambah dengan menghilangkan barang yang diambil dan dikuasai. Ini perlu jadi catatan tambahan bagi kita,” lanjutnya.


http://www.infaqdakwahcenter.com/

Thursday 25 December 2014

Terompet, Petasan, Kembang Api, dan Merayakan Tahun Baru Bukan Ajaran Islam

 
Kebiasaan sebagian ummat Islam ikut-ikutan merayakan Tahun baru dengan meniup terompet, menyalakan petasan dan kembang api, konvoi di jalanan, membakar ikan, jagung dan jenis makanan lainnya yang dikhususkaan untuk memperingati pergantian tahun , mengadakan pertunjukan musik dll.
Semuanya adalah perbuatan keliru dan tidak ada tuntunannya dalam Islam.

Tradisi meniup terompet ini pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Orang-orang Yahudi belakangan melakukan hal itu sebagai kegiatan ritual yang dimaknai sebagai gambaran ketika Tuhan menghancurkan dunia. Mereka melakukan ritual meniup terompet ini pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah, yang berarti “Hari Raya Terompet” pada tahun baru Taurat.

Bentuk terompet yang melengkung melambangkan tanduk domba yang dikorbankan dalam peristiwa pengorbanan Isaac (Nabi Ishaq dalam tradisi Muslim). Hal ini sangat berbeda dengan ajaran Islam yang menetapkan bahwa Nabi Ismail-lah, saudara Nabi Ishaq, yang diminta Allah untuk dikorbankan.

Bunyi terompet yang bersahut-sahutan biasanya belum lengkap jika tidak diikuti dengan pesta petasan dan kembang api. Sebagaimana membunyikan trompet, tradisi ini merupakan ritual untuk mengusir setan di dalam tradisi bangsa Cina. Selain itu, petasan juga dipercaya dapat mendatangkan keberuntungan.

Perayaan Tahun Baru Masehi
Menurut English Wikipedia, perayaan tahun baru Masehi adalah :
"The Romans dedicated New Year's Day to Janus, the god of gates, doors, and beginnings for whom the first month of the year (January) is also named. After Julius Caesar reformed the calendar in 46 BC and was subsequently murdered, the Roman Senate voted to deify him on the 1st January 42 BC [1] in honor of his life and his institution of the new rationalized calendar [2]. The month originally owes its name to the deity Janus, who had two faces, one looking forward and the other looking backward. This suggests that New Year's celebrations are founded on pagan traditions."

[1] Warrior, Valerie M. (2006). Roman Religion. Cambridge University Press. p. 110. ISBN 0-521-82511-3
[2] Courtney, G. Et tu Judas, then fall Jesus (iUniverse, Inc 1992), p. 50.

Terjemahannya adalah :
"Orang-orang Romawi mendedikasikan hari perayaan Tahun Baru kepada Janus, dia adalah dewa segala pintu gerbang, pintu-pintu dan permulaan waktu yang mana namanya juga adalah nama dari bulan pertama dalam setahun, Januari. Setelah Julius Caesar menyusun sistem kalendar (Masehi) pada 46 BC dan ia dibunuh setelah itu, anggota Senat Romawi memutuskan untuk meresmikannya pada 1 Januari 42 BC untuk mengenang hidup Julius Caesar dan menghormati penyusunannya terhadap sistem kalender baru yang rasional. Bulan pertama didedikasikan pada nama dewa Janus yang mempunyai 2 wajah, 1 menghadap ke depan (mengindikasikan masa depan, pent) dan 1 menghadap ke belakang (mengindikasikan masa lalu, pent). Ini mengindikasikan perayaan Tahun Baru didirikan atas dasar kepercayaan pagan."

http://en.wikipedia.org/wiki/New_Year%27s_Day

 
Nama Dewa Janus tidaklah asing dalam kesusasteraan paganisme. Ia adalah sembahan kaum penyembah syaitan sejak zaman Yunani kuno. Sejarah pemuliharaan budaya penyembah syaitan ini pun sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) dan dikawal oleh kumpulan paganisme Freemason. Freemason sengaja menyuburkan budaya ini agar manusia bertauhid mampu mengalihkan perhatiannya dari agama kearah penyembahan satanisme.

Maka jika kita melihat perayaan tahun baru, maka di situlah kita dapat melihat nilai-nilai Yahudi di dalamnya. Meniup trompet misalnya, terompet adalah alat ciptaan Yahudi. Budaya meniup trompet ini merupakan budaya masyarakat Yahudi ketika menyambut kedatangan Rosh Hasanah atau tahun baru Taurat yang jatuh pada bulan ketujuh atau tarikh 1 bulan Tishri dalam kalendar Ibrani kuno

Hal ini pun terpampang dalam Alkitab Imamat 23; 24
"Katakanlah kepada orang-orang Isra'el, begini: Dalam bulan yang ketujuh, pada tanggal satu bulan itu, kamu harus mengadakan hari cuti penuh yang diperingati dengan meniup terompet, yakni hari pertemuan kudus" (Imamat 23:24)


Pada malam tahun baru, masyarakat Yahudi melakukan muhasabah diri dengan tradisi meniup shofarot sebuah alat musik jenis trompet. Bunyi Shofarot adalah sama bunyinya dengan terompet kertas yang dibunyikan kebanyakan penyambut di malam Tahun Baru.
Sebenarnya Shofarot sendiri dikelaskan sebagai trompet. Terompet dianggarkan sudah ada sejak tahun 1500 sebelum Masihi. Pada awalnya, alat musik jenis ini digunakan untuk keperluan ritual agama dan juga digunakan dalam ketentaraan ketika berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga kini.
Tidak seperti tradisi dalam agama dan kebudayaan lain, Islam tidak pernah menjadikan tahun baru sebagai sebuah hari raya, termasuk tahun baru Hijriah sekalipun.

Meski di Indonesia, tahun baru Hijriah merupakan hari libur nasional, tetapi kedudukannya tetaplah bukan hari raya. Jika Islam sendiri tidak pernah merayakan tahun baru, maka mengapa umat Islam turut pula merayakan perayaan yang sebenarnya merupakan tradisi agama-agama lain?

Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam. telah mengingatkan bahwa mereka yang ikut-ikut tradisi suatu kaum, maka ia termasuk dalam golongan kaum itu?

Saudaraku.....betapa banyak uang yang terbuang dan terbakar sia-sia  di angkasa di malam tahun baru....

Rayuan Setan Dalam Pacaran


Para pembaca yang budiman, ketika seseorang beranjak dewasa, muncullah benih di dalam jiwa untuk mencintai lawan jenisnya. Ini merupakan fitrah (insting) yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Allah taala berfirman yang artinya, Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan terhadap perkara yang dinginkannya berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenagan hidup di dunia. Dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik. (QS. Ali Imran: 14)
Adab Bergaul Antara Lawan Jenis
Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia, bagaimana pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:

1. Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendahlah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. an-Nur: 31)

2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya. (HR. Bukhari & Muslim)

3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu anha berkata, Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin). (HR. Bukhari).

Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

Jika memandang saja terlarang, tentu bersentuhan lebih terlarang karena godaannya tentu jauh lebih besar.

Salah Kaprah Dalam Bercinta
Tatkala adab-adab bergaul antara lawan jenis mulai pudar, luapan cinta yang bergolak dalam hati manusia pun menjadi tidak terkontrol lagi. Akhirnya, setan berhasil menjerat para remaja dalam ikatan maut yang dikenal dengan pacaran. Allah telah mengharamkan berbagai aktifitas yang dapat mengantarkan ke dalam perzinaan. Sebagaimana Allah berfirman yang artinya, Dan janganlah kamu mendekati zina, sesugguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. al-Isra: 32).

Lalu pintu apakah yang paling lebar dan paling dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?!!

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah menetapkan untuk anak adam bagiannya dari zina, yang pasti akan mengenainya. Zina mata adalah dengan memandang, zina lisan adalah dengan berbicara, sedangkan jiwa berkeinginan dan berangan-angan, lalu farji (kemaluan) yang akan membenarkan atau mendustakannya. (HR. Bukhari & Muslim).

Kalaulah kita ibaratkan zina adalah sebuah ruangan yang memiliki banyak pintu yang berlapis-lapis, maka orang yang berpacaran adalah orang yang telah memiliki semua kuncinya. Kapan saja ia bisa masuk. Bukankah saat berpacaran ia tidak lepas dari zina mata dengan bebas memandang? Bukankah dengan pacaran ia sering melembut-lembutkan suara di hadapan pacarnya? Bukankah orang yang berpacaran senantiasa memikirkan dan membayangkan keadaan pacarnya? Maka farjinya pun akan segera mengikutinya. Akhirnya penyesalan tinggallah penyesalan. Waktu tidaklah bisa dirayu untuk bisa kembali sehingga dirinya menjadi sosok yang masih suci dan belum ternodai. Setan pun bergembira atas keberhasilan usahanya.

Iblis, Sang Penyesat Ulung
Tentunya akan sulit bagi Iblis dan bala tentaranya untuk menggelincirkan sebagian orang sampai terjatuh ke dalam jurang pacaran gaya cipika-cipiki atau yang semodel dengan itu. Akan tetapi yang perlu kita ingat, bahwasanya Iblis telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan semua manusia. Iblis berkata, Demi kekuasaan-Mu, aku akan menyesatkan mereka semuanya. (QS. Shaad: 82).

Termasuk di antara alat yang digunakan Iblis untuk menyesatkan manusia adalah wanita. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita. (HR. Bukhari & Muslim).

Kalaulah Iblis tidak berhasil merusak agama seseorang dengan menjerumuskan mereka ke dalam gaya pacaran cipika-cipiki, mungkin cukuplah bagi Iblis untuk bisa tertawa dengan membuat mereka berpacaran lewat telepon, SMS atau yang lainnya. Yang cukup menyedihkan, terkadang gaya pacaran seperti ini dibungkus dengan agama seperti dengan pura-pura bertanya tentang masalah agama kepada lawan jenisnya, miss called atau SMS pacarnya untuk bangun shalat tahajud dan lain-lain.

Ringkasnya sms-an dengan lawan jenis, bukan saudara dan bukan karena kebutuhan mendesak adalah haram dengan beberapa alasan: (a) ini adalah semi berdua-duaan, (b) buang-buang pulsa, dan (c) ini adalah jalan menuju perkara yang haram. Mudah-mudahan Allah memudahkan kita semua untuk menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Wednesday 24 December 2014

Umat Islam lndonesia : Toleransi Yang Sangat Kebablasan


Hampir setiap memasuki bulan Desember ramai seruan-seruan toleransi umat beragama, khususnya toleransi umat Islam terhadap orang Nasrani. Nuansa Natal terasa di mana-mana
Mal-mal, berbagai pusat pembelanjaan, toko-toko dan kantor-kantor ramai dihiasi aksesoris Natal seperti pohon cemara berikut lampu warna-warni yang identik dengan Natal. Para pelayan toko dan mal ramai-ramai disuruh memakai baju sinterklas atau atribut yang identik dengan semarak Natal.
Tak lupa acara Perayaan Natal Bersama (PNB) digelar di berbagai kantor dan instansi. Para karyawan dan pegawai yang mayoritasnya adalah Muslim pun didorong untuk ikut berpartisipasi. Salah satu alasannya bahwa itu adalah wujud toleransi. 

Toleransi Diperalat
Toleransi saat ini bisa dikatakan diperalat. Pasalnya, di balik seruan untuk berpartisipasi dalam semarak perayaan hari raya umat agama lain, khususnya perayaan Natal, sangat terasa banyak motif di belakangnya. Selain motif ekonomi untuk meraup untung, ada pula motif politik. Kaum Kristen ingin “unjuk gigi” dan mungkin dominasi mereka di negeri Muslim. 
Mereka mengadakan acara Natal bersama secara besar-besaran dengan mengundang penguasa dan para pejabat untuk menghadiri perayaan tersebut. Mereka tak peduli dengan agama yang dianut penguasa atau para pejabat itu.
Natal juga dijadikan momentum penting menanamkan ide sinkretisme dan pluralisme. Melalui upaya ini, akidah umat Islam secara pelan-pelan terus tergerus. Ide pluralisme ini mengajarkan bahwa semua agama sama. Ajaran ini mengajak umat Islam untuk menganggap agama lain juga benar. Khusus dalam konteks Natal, itu berarti umat Muslim didorong untuk menerima kebenaran ajaran Kristen, termasuk menerima paham trinitas dan ketuhanan Yesus.
Jika ide pluralisme itu berhasil ditanamkan di tubuh umat Islam, hal-hal yang selama ini sensitif terkait masalah agama seperti pemurtadan, nikah beda agama dan sebagainya akan makin mulus berjalan. Lebih jauh, semangat umat Islam untuk memperjuangkan syariah agar dijadikan aturan untuk mengatur kehidupan masyarakat akan makin melemah.
Di dalamnya juga ada propaganda sinkretisme, yakni pencampuradukan ajaran agama-agama. Spirit sinkretisme adalah mengkompromikan hal-hal yang bertentangan. Dalam konteks Natal Bersama dan Tahun Baru, sinkretisme tampak dalam seruan berpartisipasi merayakan Natal dan tahun baru, termasuk mengucapkan selamat Natal. Padahal dalam Islam batasan iman dan kafir, juga batasan halal dan haram, sudah sangat jelas.

Toleran yang Kebablasan
Toleransi (tasamuh) artinya sikap membiarkan (menghargai), lapang dada (Kamus Al-Munawir, hlm. 702, Pustaka Progresif, cet. 14). Toleransi tidak berarti seorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dia anut (Ajad Sudrajat dkk, Din Al-Islam. UNY Press. 2009).
Namun, apa yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Muncullah sikap toleran yang kebablasan, khususnya pada sebagian Muslim. Sikap toleran yang kebablasan itu didorong agar dilakukan oleh seluruh Muslim negeri ini.
Diserukanlah bahwa sikap bertoleransi itu harus diwujudkan dengan memberikan selamat—bahkan menghadiri—hari raya non-Muslim.
Yang lebih parah, baru dianggap toleran jika Muslim melepaskan keyakinannya yang tidak sesuai dengan keyakinan orang lain. Misalnya, keyakinan bahwa wanita Muslimah haram menikah dengan pria non-Muslim. Mempertahankan keyakinan demikian dianggap tidak toleran. 
Alhasil, toleransi saat ini digunakan sebagai senjata oleh kalangan liberal dan non-Muslim untuk menyasar Islam dan umatnya. Sedikit-sedikit mereka menyebut kaum Muslim tak toleran jika ada masalah yang menyangkut komunitas non Muslim—meski tak jarang sebenarnya itu menyangkut aturan negara.
Padahal banyak tokoh menyebut, tidak ada negara di dunia saat ini yang paling toleran dibandingkan Indonesia. Kaum minoritas non-Muslim di negeri ini seolah mendapat surga.
Begitu tolerannya Muslim di Indonesia, orang-orang non-Muslim pun bisa menduduki jabatan politik yang penting seperti panglima TNI, menteri-menteri kunci, gubernur, bupati/walikota, dsb. Ini tidak terjadi di Amerika dan Eropa yang katanya kampiun demokrasi.
Di sana posisi penting hanya untuk kalangan mayoritas—Kristen. Di Indonesia, semua agama besar ada libur nasionalnya untuk perayaan hari raya, termasuk untuk hari raya minoritas. Lalu adakah libur nasional bagi Muslim selama Idul Fitri dan Idul Adha di Barat? Tidak ada. 
Pembangunan gereja di negeri ini pun marak. Malah menurut Kementerian Agama, pertumbuhan gereja setiap tahunnya mencapai 190 persen, sementara pertumbuhan masjid hanya 60 persen.
Jumlah gereja sudah mencapai 135 ribu, sementara masjid dan mushala hanya 600 ribu. Padahal jumlah umat Islam mencapai 88 persen atau 210 juta orang dari 240 juta penduduk Indonesia. 

Jangan Salah-Kaprah!
Islam memang mengajarkan sikap toleransi. Toleransi itu membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan agamanya. Toleransi itu tidak memaksa umat lain untuk memeluk Islam.
Adapun dalam konteks muamalah, Rasul saw. berjual-beli dengan non-Muslim secara adil dan fair. Rasul juga menjenguk non-Muslim tetangga beliau yang sedang sakit. Rasul juga bersikap dan berbuat baik kepada non-Muslim.
Toleransi semacam ini telah memberikan contoh bagi masyarakat lain. Bahkan toleransi Islam tetap terasa hingga masa akhir Khilafah Utsmaniyah. TW Arnold dalam bukunya, The Preaching of Islam, menyatakan:
 “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintahan Ottoman (Khilafah Turki Utsmani)—selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani—telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal di daratan Eropa…”
Namun, toleransi dalam Islam itu bukan berarti menerima keyakinan yang bertentangan dengan Islam. Imam asy-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadîr menyatakan: Abd ibn Humaid, Ibn al-Mundzir dan Ibn Mardawaih telah mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas bahwa orang Quraisy pernah berkata kepada Rasul saw., “Andai engkau menerima tuhan-tuhan kami, niscaya kami menyembah tuhanmu.” Menjawab itu, Allah SWT menurunkan firman-Nya, yakni surat al-Kafirun, hingga ayat terakhir:
… لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ[
… untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku” (TQS al-Kafirun [109]: 6) 
Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim dan ath-Thabrani juga mengeluarkan riwayat dari Ibn ‘Abbas, bahwa orang Quraisy pernah menyeru Rasul saw. seraya menawarkan tahta, harta dan wanita. Tujuannya agar Rasul berhenti menyebutkan tuhan-tuhan mereka dengan keburukan.
Mereka juga menawarkan diri untuk menyembah Tuhan Muhammad asal berikutnya Rasul gantian menyembah tuhan mereka. Sebagai jawabannya, Allah SWT menurunkan surat al-Kafirun itu.
Dari sini jelas, umat Islam haram terlibat dalam peribadatan pemeluk agama lain. Umat Islam juga haram merayakan hari raya agama lain, bagaimanapun bentuknya, karena hal itu termasuk bagian dari aktivitas keagamaan dan dekat dengan peribadatan.
Kalaupun memakai atribut Natal dianggap bukan bagian dari peribadatan, yang jelas atribut itu adalah identik dengan Natal. Itu identik dengan orang Nasrani. Memakai atribut Natal berarti menyerupai mereka. Padahal Rasul saw. melarang tindakan demikian.
«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»
"Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka".
 (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Imam ash-Shan’ani menjelaskan, “Hadis ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa siapa pun yang menyerupai orang kafir, pada apa saja yang menjadi kekhususan mereka—baik pakaian, kendaraan maupun penampilan—maka dia termasuk golongan mereka.”
Berpartisipasi dalam perayaan hari raya agama lain juga jelas terlarang berdasarkan nas al-Quran. Allah SWT berfirman:
]وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا[
Orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu dan jika mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lewat (begitu saja) dengan menjaga kehormatan diri mereka (QS al-Furqan [25]: 72).
Az-Zûr itu meliputi semua bentuk kebatilan. Yang terbesar adalah syirik dan mengagungkan sekutu Allah. Karena itu Imam Ibn Katsir—mengutip Abu al-‘Aliyah, Thawus, Muhammad bin Sirrin, adh-Dhahhak, ar-Rabi’ bin Anas dan lainnyamenyatakan bahwa az-zûra adalah hari raya kaum musyrik. (Tafsir Ibnu Katsir, III/1346).
Menurut Imam asy-Syaukani, kata lâ yasyhadûna, dalam pandangan jumhur ulama, bermakna lâ yahdhurûna az-zûra, yakni tidak menghadirinya (Fath al-Qadîr, IV/89).
Menurut Imam al-Qurthubi, yasyhadûna az-zûra ini adalah menghadiri serta menyaksikan kebohongan dan kebatilan.
Ibn ‘Abbas, menjelaskan, makna yasyhadûna az-zûra adalah menyaksikan hari raya orang-orang musyrik, termasuk dalam konteks larangan ayat ini adalah mengikuti hari raya mereka.
Kaum Muslim pun dilarang ikut menyemarakkan, meramaikan atau membantu mempublikasikan hari raya agama lain. Allah SWT berfirman:
﴿إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ ﴾
Sesungguhnya orang-orang yang suka perkara keji (maksiat) itu tersebar di tengah-tengah orang Mukmin, mereka berhak mendapatkan azab yang pedih di dunia dan akhirat (TQS an-Nur [24]: 19).
Menyebarkan perbuatan keji (fakhisyah)juga mencakup semua bentuk kemaksiatan. Menyemarakkan, meramaikan dan menyiarkan perayaan Natal sama saja ikut terlinbat dalam penyebarlusaan kekufuran dan kesyirikan yang diharamkan. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan:
Sebagaimana kaum musyrik tidak boleh menampakkan syiar-syiar mereka, tidak boleh pula kaum Muslim menyetujui dan membantu mereka melakukan syiar itu serta hadir bersama mereka. Demikian menurut kesepakatan ahli ilmu.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm Ahl al-Dzimmah, I/235).

Wahai Kaum Muslim:
Tak layak umat Islam terjebak dalam perangkap seruan toleransi yang diperalat sehingga justru terlibat dalam hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Islam.
Semestinya umat Islam fokus pada agenda utama mereka untuk mewujudkan kehidupan islami melalui penerapan syariah Islam secara total di bawah naungan sistem Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. abimantrono anwar.
[Al-Islam edisi 735, 26 Shafar 1436 H – 19 Desember 2014 M]

Sumber : http://m.voa-islam.com/

Saturday 28 June 2014

Angka Pernikahan karena Hamil Duluan di Ponorogo Cukup Tinggi




Jakarta - Ada fakta tak terduga di Ponorogo, Jawa Timur. Di Kota Santri itu ternyata angka permohonan izin menikah karena belum cukup umur cukup tinggi.

"Kebanyakan permohonan itu diajukan karena calon istri telah hamil duluan," kata Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama (PA) Ponorogo, Chusnul Hadi, seperti dikutip detikcom dari website MA, Rabu (18/6/2014)

Sesuai ketentuan Pasal 7 UU 1/1974 tentang Perkawinan, batasan usia calon suami minimal 19 tahun dan calon istri harus berusia minimal 16 tahun. Jika calon suami belum berusia 19 tahun dan calon istri belum berusia 16 tahun, maka harus mendapat dispensasi dari pengadilan.

Pada tahun 2013, PA Ponorogo menerima lebih 200 permohonan dispensasi nikah yang diajukan. Dalam setahun, PA Kelas IB itu menangani sekitar 2.300 perkara yang kebanyakan adalah perkara cerai.

"Tahun ini jumlah permohonan dispensasi nikah lebih banyak lagi," kata Chusnul Hadi.

Ponorogo dijuluki sebagai Kota Santri karena masyarakat di wilayah ini terkenal agamis. Di wilayah ini terdapat banyak pondok pesantren, baik yang modern maupun tradisional. Salah satu yang paling terkenal adalah Ponpes Gontor. Di Ponorogo juga berdiri beberapa perguruan tinggi Islam yang perkembangannya cukup pesat. Di antaranya adalah STAIN Ponorogo dan Unmuh Ponorogo.

Di sisi lain, angka perceraian di wilayah ini terhitung cukup tinggi. Sebagaimana di Kabupaten Malang, banyak warga Ponorogo yang bekerja sebagai TKI dan TKW.

"Mereka yang jadi TKI dan TKW itu banyak yang cerai," ujar Chusnul Hadi.

Mengenai tingginya permohonan dispensasi nikah karena calon istri hamil terlebih dulu, Chusnul Hadi mengatakan bahwa hal itu terjadi karena maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja.

"Mungkin orang tua mereka kurang mengontrol," tandasnya.


Sumber : Detikcom

Surat Al-Muthaffifin Sebutkan Sistem Ekonomi Islam


PERBEDAAN sistem ekonomi Islam dan sistem ekonomi kapitalis tidak haya pada hal-hal yang bersifat aplikatif. Namun mulai dari falsafahnya sudah berbeda. Di atas falsafah yang berbeda ini dibangun tujuan, norma dan prinsip-prinsip yang berbeda. Hal ini karena keyakinan seseorang mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, dan selera manusia. Dalam konteks yang lebih luas, keyakinan juga mempengaruhi sikap terhadap orang lain, sumber daya, dan lingkungan.
Falsafah ekonimi Islam secara umum dapat dilihat dari Surat Al-Muthaffifin ayat 1 sampai 6. Allah berfirman:
(1)  للمطففين ويل
(2)  يستوفون الناس على اكتالوا إذا
(3)        يخسرون وزنوهم أو كالوهم وإذا
(4)  مبعوثون أنهم أولئك أنهم مبعوثون
(5)  عظيم ليوم
(6)   العالمين لرب الناس يقوم يوم

1) Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.
2) (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.
3) Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka   mengurangi.
4) Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.
5) Pada suatu hari yang besar.
6) (Yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Ayat di atas menunjukkan adanya hubungan yang erat antara agama, keyakinan kepada Allah SWT, keyakinan kepada hari Akhir, perilaku ekonomi, dan sistem ekonomi. Karena itu, dari sisi tujuannya, ekonomi Islam bertujuan mencapai kesejahteraan manusia dalam rangka ibadah kepada Allah.
Umat Islam juga meyakini bahwa Allah SWT
 yang menciptakan bumi beserta isinya. Karena itu, pemilik hakiki bumi dan seisinya adalah Allah SWT. Manusia hanya diberi hak pakai (sebagai amanah). Karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk mengelolanya sesuai dengan otorisasi Syara’ (berdasarkan norma-norma Islam).
Hal ini karena apapun yang dilakukan manusia di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Swt. Dampak positifnya adalah manusia akan senantiasa hati-hati dalam bertindak dan akan selalu memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Dengan falsafah tersebut, dalam konsep kepemilikan misalnya, sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme. Abdul Sami’ al-Mishri dalam Pilar-Pilar Ekonomi Islam, merinci konsep kepemilikan. Pertama, kepemilikan hanya ada dalam area yang tidak menimbulkan kedzaliman bagi orang lain. Kedua, tidak semua barang bisa dimiliki individu.
Barang-barang yang menyangkut kebutuhan orang banyak tidak bisa dimiliki, seperti padang rumput, sumber air dan sumber energi. Ketiga, terdapat hak milik orang lain atas barang yang dimiliki oleh seorang muslim, dan harus ditunaikan sesuai dengan ketentuan Allah (zakat, infak, shadaqah, dan sebagainya). Keempat, kepemilikan harus didapatkan dengan jalan halal.  [sn/Dikutip dari Majalah Saksi/Untung Wahyono/Pustaka Saksi]
Sumber : Islampos.com

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More