Wednesday 28 August 2013

REKAYASA SKENARIO KODOK MELAHAP GAJAH


Gebrakan PT Transindo Multi Prima (TMP) mengakuisisi Bentoel Putra Primabagaikan kodok yang melahap seekor gajah. Siapa di belakang sang kodok?

Di alam nyata, kodok memang tak mungkin melahap gajah. Tapi, di duniapasar modal analogi semacam itu bisa saja terjadi. Contoh paling baru,adalah apa yang terjadi pada akuisisi Bentoel Prima oleh PT TransindoMulti Prima.Bayangkan, total aset TMP tak lebih dari Rp 7 miliar. Tapi, perusahaanini bisa mengakuisisi Bentoel Prima yang beraset lebih dari Rp 1triliun. "Itulah cerita kodok memakan gajah," ujar seorang investor,enteng.
Bagi investor di pasar modal, akuisisi seperti itu tidaklah terlalumerisaukan. Malah, mereka akan bersenang hati bila mendapat gain darifluktuasi harga saham perseroan. Apalagi, diakui, tak banyak yang mampumelakukan itu. Praktik begini hanya bisa dilakukan oleh mereka yangpunya nyali besar dan kemampuan rekayasa finansial tinggi.
Gebrakan TMP tidak saja mengejutkan, tapi juga memunculkan tanda tanya.Bagaimana perusahaan yang tak terlalu diperhitungkan ini bisa melahapperusahaan yang jauh lebih besar. Dan, bukan hanya satu, tapi duasekaligus. Selain Bentoel, TMP juga mengakuisisi PT LestariputraWirasejati (LW).Padahal, berdasarkan catatan keuangan per Oktober 1999, total aset TMPhanya Rp 6,84 miliar. Nilai aset ini jauh lebih kecil dari aset BPmencapai Rp 1,02 triliun dan aset LW sekitar Rp 99,11 miliar.
Bagaimanapun, pemegang saham Transindo telah menyetujui akuisisi sahamBentoel dan Lestariputra masing-masing 75 persen saham. Setelahakuisisi, nama Transindo Multi Prima lalu berubah menjadi BentoelInternational Investama.Sebelumnya, santer diperdebatkan bahwa spekulan kelas kakap George Sorosbakal menguasai Bentoel. Tak heran, ketika Transindo berhasilmengakuisisi dua perusahaan itu, orang mengaitkannya dengan Soros. Meskipada kenyataannya Bentoel diambil oleh Transindo, tapi orang tetapmelihat ada jejak-jejak Soros di sini.
Bagaimana alur penguasaan itu berjalan? Rencana pengalihan saham duaperusahaan itu diawali dengan right issue senilai Rp 349,13 miliarlembar. Sebesar Rp 315 miliar digunakan untuk mengakuisisi saham Bentoeldan sisanya Rp 35 miliar untuk saham Lestari.
Dalam aksi itu, PT Bhakti Investama bertindak sebagai pembeli siaga.Kita tahu, Bhakti inilah yang menjadi jembatan petualangan Soros. Sudahbukan rahasia lagi kalau Soros telah mengantongi 14,5 persen sahamBhakti, sebagaimana diakui sang dirut Bambang Harry Tanoesoedibjo.
Apakah Soros mengambil bagian selaku pembeli siaga? Harry tidakmembantah kemungkinan itu. "Yang jelas, di belakang kami ada banyakinvestor asing, termasuk Soros. Tidak tertutup kemungkinan Sorosmengambil bagian dalam tanggung jawab kami sebagai pembeli siaga," ujarHarry, diplomatis.Bhakti yang menjadi mitra Soros di Indonesia tampaknya punya kepentinganyang serius di balik cerita kodok memangsa gajah itu. Paling tidak,rapat pemegang saham telah menempatkan Harry di posisi presidenkomisaris. Adik kandung Harry, Rudy Tanoesoedibjo menempati posisi wakilpresiden direktur.
Jauh-jauh hari, Harry telah menegaskan, Bhakti Investama memang sedangdiarahkan untuk menjadi perusahaan investasi. Sinyalemen yang lebih serumengatakan, Bentoel International Investama bakal jadi anak perusahaanBhakti Investama. Ini klop dengan rencana Harry untuk menjadikan Bhaktisebagai perusahaan investasi. Benarkah demikian? Harry tak mauberkomentar. Sinyalemen keberadaan si raja portofolio di balik akuisisiitu pun makin kuat.PT Bentoel Prima (BP) sesungguhnya merupakan salah satu anak perusahaanobligor kakap Grup Rajawali, milik pengusaha Peter Sondakh. BPmengantongi kewajiban senilai Rp 214,29 miliar dari total utang macet Rp2,14 triliun. Celakanya, pemegang saham mayoritas atas nama PT AmanatSurya Kudus juga terjerat petaka yang sama. Perusahaan investasi inimasih harus berurusan dengan BPPN karena tunggakan utang senilai Rp 8,20miliar. Nilai akuisisi 75 persen saham Bentoel senilai Rp 315 miliar,paling tidak, bisa menutupi kewajiban dua perusahaan itu senilai Rp222,49 miliar.
Masih JauhSelain berganti nama, Transindo dikenal getol mengganti core business.Semula, dengan nama Rimba Niaga Idola, perusahaan ini bergerak di bidangtekstil. Tahun 1997, perusahaan ini beralih ke bisnis perdagangan umumdan namanya pun berganti menjadi Transindo Multi Prima. Tak puas dibisnis ini, manajemen perusahaan melirik bisnis distribusi rokok.
Dari sini pula Transindo menjadi kendaraan beberapa pemodal untukmenguasai saham Bentoel Prima yang kebetulan sedang punya problemkeuangan. Namanya pun berganti menjadi Bentoel International Investama.Nama Bentoel mengekspresikan pealihan konsentrasi bisnis, sedangkaninvestama, boleh jadi berkaitan dengan kehadiran Bhakti Investama disana.
Soal nama Bentoel yang mendompleng, sempat mengundang perdebatan."Praktik seperti itu, de facto merupakan back door listing," ujarseorang analis asing. Hanya saja, itu masih disiasati dengan penguasaanportofolio melalui perusahaan lain. Toh, menurut dia, yang palingdiandalkan adalah bisnis rokok.Sinyalemen lain mengatakan, hal itu dilakukan untuk memuluskan niatSoros yang lebih tertarik menguasai portofolio. Maksudnya, agar adasaluran lewat perusahaan publik. Dengan begitu, bila kondisi kurangmenguntungkan, saham akan bisa diguyur ke pasar.
Skenario pembelian saham dua perusahaan itu (Bentoel dan Lestariputra),sontak menggelembungkan kinerja perseroan. Asetnya membengkak dari Rp6,8 miliar (per Oktober 1999) menjadi Rp 1,38 triliun. Trnsindo mendadakjadi perusahaan besar. Bahkan aset PT Lestariputra pun jauh mengungguliTransindo yakni sebesar Rp 99,11 miliar.
Selain memproduksi rokok, Bentoel Prima masih memiliki beberapa divisipenunjang seperti pengemasan, printing serta transportasi. Lestariputrapun masih di sektor yang sama dengan Bentoel. Perusahaan ini memproduksidan memperdagangkan rokok kretek. Salah satu merek yang terkenal adalahStar Mild.Di bursa, sebelum rencana akuisisi itu diembuskan, saham Transindosesungguhnya tergolong tak aktif diperdagangkan. Belakangan, pergerakansaham ini tampak sangat tidak wajar. Sejak November 1999 hingga 14Januari 2000, saham ini sama sekali tak diperdagangkan dan terpaku diposisi Rp 1.600 per lembar. Tak lebih sebulan kemudian, tepatnya 8Februari, harga sahamnya telah melambung ke posisi Rp 19.000 per lembar.
Atas lonjakan dahsyat itu, Harry punya jawaban. "Ya, kalau harga sahamGudang Garam bisa di angka belasan ribu, mengapa tidak untuk BentoelInternational Investama," ujar Harry Tanoesoedibjo, enteng.
Anehnya, belum juga berakhir bulan Februari, pada tanggal 18 Februarilalu, saham ini telah terjerembab ke posisi Rp 7.750 per lembar.Rupanya, tak mudah untuk untuk menyaingi Gudang Garam. Seorang analismengatakan, upaya Bentoel International Investama menyaingi harga sahamGudang Garam tak bakal terwujud. Selain size-nya kecil, pangsa pasarBentoel dan Star Mild jauh di bawah produk Gudang Garam. Apalagi,akuisisi itu baru langkah awal untuk konsolidasi. Jadi, perusahaan inimasih harus membuktikan dulu kinerjanya.

0 komentar:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More