Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah
menilai Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri salah tangkap terhadap
seseorang dicurigai pelaku terorisme di Tulungagung. Dua orang dibekuk
hidup-hidup adalah pengurus Muhammadiyah Tulungangung, dan bukan
termasuk anggota jaringan teroris.
”Pak Din (Din Syamsuddin,
ketua umum PP Muhammadiyah) memberikan perintah agar kedua saudara kami
dibela dan diadvokasi karena mereka bukan teroris,” ujar pengurus
Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya,
kemarin (27/7).
Dua orang itu adalah Sapari dan Mugi Hartanto.
Mereka ikut dibekuk Densus 88 bahkan diumumkan sebagai bagian dari
jaringan teroris Poso. ”Pak Din masih di Jepang, tapi beliau menelepon
dan memonitor terus perkembangannya,” kata Mustofa.
Sapari dan
Mugi tercatat sebagai warga sekaligus pengurus cabang Muhammadiyah di
Kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Dari keterangan tim advokasi PW
Muhammadiyah Jawa Timur yang sudah turun ke tempat kejadian perkara,
munculnya keyakinan Sapari dan Mugi menjadi korban salah tangkap.
”Dari
dua orang ini, yang menjadi korban paling parah adalah Pak Mugi
Hartanto. Beliau bahkan tidak memiliki sangkut-paut apapun dengan kedua
tamu ini, dia hanya kebetulan beberapa saat sebelum kejadian
penggerebekan dimintai tolong untuk mengantar Rizal dan Dayat,” kata
Mustofa.
Demikian juga dengan Sapari. Meski menjadi tuan rumah
dan berinteraksi aktif dengan Rizal, salah satu terduga kasus terorisme,
perangkat dibagian Kepala Urusan (Kaur) Kesra Desa Penjor, Kecamatan
Pagerwojo ini tidak mengenali latar belakang mubaligh tamunya tersebut
selama tiga bulan tinggal dan beraktivitas di Masjid Al Jihad maupun
perguruan yang dikelola Aisyah.
”Selama di desa itu pak Sapari
juga tidak pernah menyembunyikan Rizal. Mubalig tamu ini beraktivitas
secara terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar, bahkan
kamar tempatnya mondok (menginap) juga tidak pernah dikunci,” katanya.
Namun,
sejak kedua pengurus cabang Muhammadiyah Kecamatan Pagerwojo itu
ditangkap dan dikait-kaitkan dengan terorisme, tim pengacara dari
Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Provinsi Jatim sampai saat ini belum
bisa bertemu dan bertatap muka langsung. Pihak Polda Jatim dan Polres
Tulungagung bahkan terkesan saling lempar informasi setiap kali ditanya
perwakilan advokat yang ditunjuk PW Muhammadiyah Jatim. ”Kita tidak
bisa membiarkan kezaliman ini. Secara khusus akan kita sampaikan surat
ke Kapolri dengan tembusan pada Presiden,” kata Mustofa.
Densus
memang memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap orang diduga
terlibat kegiatan terorisme selama tujuh hari sejak penangkapan. Namun,
jika ada data valid bahwa orang ditangkap tak terlibat, harus
dilepaskan. ”Kita tunggu sampai Senin (29/7) untuk mengetahui hasil
pemeriksaan mereka, apakah saudara-saudara kita (Sapari dan Mugi
Hartanto) terlibat (terorisme) atau tidak. Kalau tidak, otomatis akan
langsung dilepas oleh Densus,” katanya.
Pihaknya bertekad terus
melakukan pendampingan hukum kepada kedua warga Muhammadiyah tersebut,
termasuk apabila polisi bersikeras menetapkan keduanya sebagai tersangka
dalam kasus terorisme. ”Kami akan dampingi sampai di pengadilan untuk
memastikan hak-hak hukum serta HAM kedua warga kami terlindungi,”
tegasnya.
Seperti diketahui, Sapari dan Mugi Hartanto ditangkap
Densus 88 Antiteror saat dilakukannya operasi penggerebekan disertai
penembakan di depan warung kopi Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Senin
(22/7) lalu.
Dalam operasi tersebut, dua pemuda terduga kasus
terorisme, Rizal dan Dayat alias Kim tewas ditembak anggota Densus dari
jarak dekat, sementara Sapari dan Mugi ditangkap dalam kondisi hidup
karena dituduh menjadi pemandu dan membantu persebunyian.
Kepala
Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto mengaku belum
bisa memberi kepastian apakah kedua tersangka teroris itu benar warga
Muhammadiyah atau bukan.
http://www.suaranews.com/2013/07/salah-tangkap-muhammadiyah-desak-densus.html
0 komentar:
Post a Comment