Sepeda motor itu raib setelah Abu Akhtar
ditangkap Densus 88. Padahal bagi keluarga aktivis Islam ini, sepeda
motor itu adalah satu-satunya harta yang paling berharga untuk aktivitas
harian keluarga. Motor semata wayang itu pun baru dua bulan dibeli
tunai dengan meminjam uang ongkos naik haji salah satu kerabatnya.
Setahun yang lalu, dua orang aktivis
Islam warga Sleman Yogyakarta ditangkap Densus 88 di parkiran Hotel Inna
Garuda Malioboro pada Jum’at tengah malam (9/8/2013). Tanpa disertai
surat penangkapan, Abu Akhtar dan adik iparnya ditangkap dengan cara
tidak manusiawi dengan tuduhan mengetahui perencanaan pemboman kantor
Kedubes Myanmar di Jakarta.
Saat ditangkap, keduanya berboncengan bersama mengendarai motor Supra X 125/NF125D bernopol AA 4701 W.
Seminggu kemudian sang adik ipar
dilepaskan dengan alasan tidak terbukti, sedangkan Abu Akhtar tetap
ditahan. Surat penangkapan serta penahanan baru diberikan Densus 88
kepada keluarganya pada hari Jum’at tanggal 16 Agustus 2013.
Sampai berita ini diturunkan, sudah 15
bulan berlalu, tapi sepeda motor Abu Akhtar tak jelas rimbanya. Padahal
sepeda motor yang baru dibeli itu adalah harta satu-satunya yang
berharga untuk keperluan harian keluarga. Motor semata wayang itu pun
baru dua bulan dibeli tunai dengan meminjam uang ongkos naik haji salah
satu kerabatnya.
...Pasca penahanan sang suami, Ummu Akhtar hanya bisa tawakkal kepada Allah. Dengan kesibukan mengasuh balita kembarnya yang masih berusia 1,4 bulan, tidak mungkin ia melanjutkan usaha sang suami jualan keliling...
Menurut sejumlah saksi mata, termasuk
security Hotel Inna Garuda, paska penangkapan di TKP ada tiga kendaraan
bermotor yang dititipkan petugas Densus 88 di halaman hotel, termasuk
motor Supra X 125 milik Abu Akhtar. Namun seminggu kemudian motor Supra X
125 milik Abu Akhtar sudah diambil petugas Densus 88. Anehnya, hingga
kini tidak diketahui di mana keberadaan motor itu.
Keluarga Abu Akhtar, baik istrinya
maupun mertuanya sudah berusaha untuk mencari dan menanyakan kepada
pihak Densus 88 tentang keberadaan motor yang raib tersebut, tapi
menemui kebuntuan.
Seorang penyidik Densus 88 yang
menangani kasus Abu Akhtar mengatakan bahwa motor tersebut tidak disita
dan tidak dijadikan sebagai barang bukti oleh Densus 88. Untuk itu, ia
mempersilahkan keluarga Abu Akhtar untuk mengambil motor miliknya itu di
Yogyakarta.
Setelah setahun lebih dipingpong oleh
Densus 88 soal keberadaan motor miliknya, akhirnya istri Abu Akhtar
meminta bantuan kepada Relawan IDC untuk mengurus dan mengambil harta
satu-satunya miliknya. Karena keterbatasan tim, maka IDC bekerjasama
dengan The Islamic Study and Action Centre (ISAC) untuk mengusut
keberadaan motor yang raib di tangan Densus itu.
...Untuk menafkahi balita kembarnya, Ummu Akhtar mengandalkan penghasilan ayahnya yang berprofesi pembuat batu bata dengan penghasilan yang pas-pasan...
Istri Abu Akhtar pun kemudian membuat
surat kuasa tertangal 24 September 2014, lengkap dengan berkas-berkas
kepolisian dan kronologi penangkapan suaminya.
SEPEDA MOTOR ITU BENAR-BENAR RAIB DI TANGAN DENSUS
Setelah mengantongi kelengkapan dokumen
yang diperlukan untuk mencari dan mengambil motor milik Abu Akhtar, Tim
ISAC yang dipimpin oleh Endro Sudarsono (Sekretaris ISAC) mendatangi
Polresta Yogyakarta dan Polda DIY, Kamis siang (16/10/2014).
Di Polresta Yogyakarta, Endro langsung mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrim).
“Maaf pak, kami dari ISAC ingin
menghadap Pak Kasatreskrim. Kami mau menanyakan keberadaan motor Supra X
125 bernopol AA-4701-W milik Abu Akhtar yang ditangkap oleh Densus 88
di hotel Inna Garuda setahun yang lalu,” ujar Endro.
“Pak Kasat gak ada mas,” jawab salah
satu petugas Reskrim Polresta Yogyakarta. “Wah, kalau soal itu langsung
tanya aja ke Mabes. Di sini sudah tidak ada lagi Densus,” timpal salah
satu anggota Reskrim lainnya.
Merasa dipingpong, Endro mengancam akan
memperkarakan kasus ketidakjelasan motor itu, dan akan membeberkan kasus
tersebut ke media massa. Akhirnya Purwanto, petugas Reskrim lainnya
menerima dan melayani dengan baik.
Setelah berbicara panjang lebar,
Purwanto mengajak Tim ISAC untuk melihat dan mengecek ke tempat barang
sitaan dan penitipan barang bukti Ditreskrim Polresta Yogyakarta yang
berada diluar ruangan. Ternyata motor Abu Akhtar tidak ada di Polresta
Yogyakarta.
“Betul Pak, bahwa saat identifikasi
penangkapan dua orang di Hotel Inna Garuda setahun lalu, yang melakukan
identifikasi adalah Polresta Yogyakarta. Namun kami tidak pernah
dititipi kendaraan apapun. Kalau kami diserahi atau dititipi, pasti ada
surat serah terimanya,” jelas Purwanto.
...Densus 88 sudah ada indikasi tidak punya itikad baik untuk mengembalikan motor milik Abu Akhtar. Densus 88 sudah punya citra buruk saat melakukan aksinya. Kali ini ditambah dengan menghilangkan barang yang diambil dan dikuasai...
“Jadi yang ada disini inilah yang
merupakan barang sitaan atau titipan dari pihak luar. Namun dari puluhan
motor ini kan bapak tadi sudah mengecek dan motor tersebut tidak ada di
sini. Jadi keberadaan motor itu sepenuhnya adalah tanggung jawab pihak
Densus 88 pak, bukan kami,” lanjutnya.
Purwanto pun menyarankan Tim ISAC untuk mencari keberadaan motor milik Abu Akhtar ke Polda DIY.
Tak membuang waktu, Tim ISAC pun
bergegas meninggalkan Polresta Yogyakarta sekitar pukul 13.00 WIB,
menuju Polda DIY yang berada dikawasan ring road utara Yogyakarta.
Sekira pukul 13.30 WIB, Tim ISAC tiba di
Polda DIY. Di ruangan Ditreskrim Polda DIY, Endro menyampaikan maksud
kedatangannya sembari menunjukkan sejumlah dokumen untuk mencari dan
mengambil motor milik Abu Akhtar. Agus, salah satu petugas Ditreskrim
Polda DIY langsung mengantar Tim ISAC ke tempat barang sitaan dan
penitipan barang bukti Ditreskrim Polda DIY.
Ternyata motor milik Abu Akhtar juga
tidak ada. Agus menyarankan agar menghubungi pihak Densus 88 untuk
menanyakan kepastian keberadaan motor tersebut. “Tadi bapak kan sudah
mencari di Polresta Yogyakarta tidak ada, di sini juga tidak ada. Jadi
baiknya sekarang bapak tanya langsung ke Densus,” saran Agus.
“Kalau pihak Densus cuma bilang, sana
ambil di Yogyakarta, lha Yogyakarta inikan luas pak. Soalnya kami tidak
pernah dititipi barang apapun, termasuk motor milik orang yang ditangkap
Densus 88 di hotel Inna Garuda setahun lalu. Kalau ada titipan, pasti
akan ada dokumen serah terimanya pak. Nah ini kami tidak tahu-menahu
soal itu,” lanjut Agus.
“Sejak 2011 di Polda DIY sudah tidak ada
lagi anggota Densus 88. Mereka semua sudah di pindahkan ke Polda Jateng
dan Jatim. Dulu jika ada anggota Densus disini, jika ada masyarakat
yang komplain bisa langsung berhadapan dengan Densus, nah sekarang
mereka tidak ada disini,” ujar petugas Ditreskrim Polda DIY lainnya.
”Jadi kami pun kadang kewalahan mengahadapi komplain masyarakat dan
elemen Islam, soalnya Densus 88 selalu bertindak sendiri diluar
prosedur, keluar dari protap yang sudah ada dan tidak koordinasi dengan
kami. Namun jika ada komplain, kami yang ada di daerah yang menjadi
sasaran masyarakat. Padahal kami tidak tau menau,” tambahnya.
Endro pun meminta nomor kontak Kombes
Pol Eddy Hartono selaku penyidik dan Kabid Investigasi Densus 88 yang
menangani kasus Abu Akhtar agar bisa berkomunikasi secara langsung.
Setelah mendapatkan nomor ponselnya, Endro berusaha menelpon tapi tidak
diangkat, padahal nada panggilnya tersambung. Ia pun mengirim pesan
singkat, tapi tidak dijawab juga.
Sebelum pulang, Endro menitipkan pesan
kepada petugas Ditreskrim Polda DIY agar menyampaikan kedatangan Tim
ISAC kepada Kasatreskrim Polda DIY dan pihak Densus 88.
“Tolong sampaikan kepada pak Kasat bahwa
kami kesini sebagai langkah awal untuk mencari keberadaan motor Abu
Akhtar selaku klien kami. Tolong sampaikan juga kepada pihak Densus 88,
sebab sejak tadi saya SMS dan telpon belum direspon juga,” ujarnya.
“Jika motor milik klien kami yang
kemarin diambil dan dikuasai Densus 88 setelah penangkapan tidak segera
dikembalikan, maka kami akan mengambil langkah hukum. Kami akan menuntut
pihak-pihak terkait karena telah menghilangkan barang bukti,” tegasnya.
KEPOLISIAN TIDAK PUNYA ITIKAD BAIK
Sebulan kemudian, salah seorang
perwakilan Tim ISAC kembali menyambangi Polda DIY untuk menanyakan
perkembangan sepeda motor yang dicari, apakah Polda DIY sudah
menindaklanjuti dengan menanyakan kepada pihak Densus. Tapi jawabannya
sama dengan sebulan yang lalu, alias disuruh menanyakan sendiri ke Mabes
Polri di Jakarta.
Gagal menemukan keberadaan motor milik
Abu Akhtar, Endro bertekad akan terus mengusut kasus hilangnya sepeda
motor di tangan Densus itu. “Tadi kan sudah kita lihat bersama bahwa
motor tersebut tidak ada di Polresta Yogyakarta dan Polda DIY, jadi kita
tunggu saja respon dari mereka maupun Densus 88,” ujarnya kepada IDC.
Ia juga mengecam sikap Densus yang tidak punya itikad baik dalam menjaga barang bukti.
“Yang jelas, Densus 88 dalam kejadian
ini sudah ada indikasi tidak punya itikad baik untuk mengembalikan motor
milik Abu Akhtar. Jadi ini yang akan kami kejar terus. Densus 88 sudah
punya citra buruk saat melakukan aksinya. Kali ini ditambah dengan
menghilangkan barang yang diambil dan dikuasai. Ini perlu jadi catatan
tambahan bagi kita,” lanjutnya.
http://www.infaqdakwahcenter.com/